Pernikahan yaitu momen sakral dalam kehidupan sesorang. Salah satu yang menandai kesakralannya yaitu ketika prosesi ijab yang diucapkan ayah sang wanita dan qabul yang diucapkan pria yang akan menjadi suami.
Hal cukup unik terjadi dimasyarakat, bahwa ketika pria mengucapkan qabul, maka harus dilakukan dengan satu nafas. Artinya, tidak boleh mengucapkannya sepatah-sepatah dan harus terdengar lantang. Hal ini cukup menjadi beban bagi sebagian pria.
Di tengah perasaan gugup untuk menempuh hidup baru, mereka juga harus berusaha semoga mampu lancar mengucapkannya dalam satu nafas. Lantas menyerupai apa pandangan Islam terhadap hal ini? Benarkah sesuai dengan yang dianjurkan, atau hanya budaya di kawasan tertentu saja?
Ternyata tidak ada firman Tuhan atau Sunnah Nabi yang memerintahkan semoga mengucapkan ijab qabul dalam satu nafas. Bahkan, aturan ini dinilai berlebihan oleh para ulama. Berikut ini beberapa pendapat yang mampu membantu memahami bagaimana syarat dari Ijab Qabul tersebut.
1. Ijab Qabul Harus Diucapkan dalam Satu Majelis
Para ulama sepakat kalau Ijab Qabul harus dilakukan dalam satu majelis. Artinya antara Orang bau tanah perempuan dan calon mempelai tidak berada terpisah, namun berada pada satu tempat dan keadaan yang sama. Dalam satu kondisi contohnya, kalau Ijabnya dilakukan di rumah wali perempuan, maka qabulnya tidak boleh disambung ditempat lain. Hal semacam ini tidak sah. Dalam kitab Fikih 4 madzhab dinyatakan,
”Para ulama 4 madzhab sepakat ijab qabul harus dilakukan dalam satu majlis akad. Sehingga andaikan wali mengatakan, ’Saya nikahkan kau dengan putriku’ lalu mereka berpisah sebelum suami mengatakan, ’Aku terima’. Kemudian di majlis yang lain atau di tempat lain, beliau gres menyatakan menerima, ijab qabul ini tidak sah.” (al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, 4/16).
2. Qabul Boleh Disegerakan dan Boleh Ada Jeda dari Ijab
Syarat kedua yaitu ucapan qabul ‘saya trima nikahnya’ harus segera diucapkan setelah wali mengucapkan Ijab. Namun ulama berbeda pandangan perihal hal ini. Ada yang mengatakan boleh ada jeda, asalkan masih dalam satu majelis. Seperti Imam Hanafi dan Hambali yang tidak mengisyaratkan harus segera mengucapkan qabul tanpa jeda. Namun demikian harus dalam satu majelis dan tidak memutuskan konteks pembicaraan.
”Hambali dan Hanafi berpendapat bahwa ’segera’ bukan syarat, selama masih dalam satu majlis. Namun kalau salah satu sibuk melaksanakan kegiatan lain, yang memutus konteks pembicaraan, pernikahan tidak sah.” (al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, 4/16).
Imam Ibnu Qudamah – ulama hambali – mengatakan,
“Apabila kalimat qabul tidak pribadi disampaikan setelah ijab, janji tetap sah. Selama masih dalam satu majlis, dan mereka tidak menyibukkan diri sehingga tidak lagi membicarakan akad. Karena hukum satu majlis yaitu hukum yang sesuai konteks akad.” (al-Mughni, 7/81).
Namun ada juga ulama yang mengharuskan untuk segera menjawab ijab tanpa jeda terlebih dahulu. Pendapat ini berdasarkan ulama Syafiiyah dan Malikiyah bahwa tidak boleh ada pemisah, selain jeda ringan yang tidak hingga dianggap pemisah antara ijab dan qabul.
”Syafiiyah dan Malikiyah mempersyaratkan harus segera. Namun tidak persoalan kalau ada pemisah ringan, yang tidak hingga dianggap telah memutus sikap ’segera’ dalam memberikan qabul.” (al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, 4/16).
”Jika antara ijab dan qabul dipisahkan dengan membaca hamdalah dan shalawat, misalnya, seorang wali mengatakan, ’Saya nikahkan kamu.’ Kemudian suami mengucapkan, ‘Bismillah wal hamdu lillah, was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, Saya terima nikahnya.’ Dalam kasus ini ada dua pendapat ulama, (pertama) Nikah sah. Dan ini pendapat Syaikh Abu Hamid al-Isfirayini. Karena bacaan hamdalah dan shalawat disyariatkan ketika akad, sehingga tidak menghalangi keabsahannya. Sebagaimana orang yang melaksanakan tayamum di sela-sela antara dua shalat yang dijamak. (kedua) tidak sah. Karena beliau memisahkan antara ijab dan qabul, sehingga pernikahan tidak sah.” (Fikih Sunah, Sayid Sabiq, 2/35).
Berdasarkan keterangan di atas, maka tidak ada syarat bahwa pengucapan Ijab Qabul harus satu nafas. Namun kalau hal itu sudah menjadi budaya dan kebiasaan, maka tidak ada salahnya dilakukan, alasannya tidak bertentangan juga dengan syarat sahnya Ijab Qabul. Beberapa kalangan menilai kalau aturan satu nafas ini dilakukan untuk memberikan kepercayaan baik antara kedua belah pihak meski tidak ada peraturan yang mengharuskannya.
Hal cukup unik terjadi dimasyarakat, bahwa ketika pria mengucapkan qabul, maka harus dilakukan dengan satu nafas. Artinya, tidak boleh mengucapkannya sepatah-sepatah dan harus terdengar lantang. Hal ini cukup menjadi beban bagi sebagian pria.
Ternyata tidak ada firman Tuhan atau Sunnah Nabi yang memerintahkan semoga mengucapkan ijab qabul dalam satu nafas. Bahkan, aturan ini dinilai berlebihan oleh para ulama. Berikut ini beberapa pendapat yang mampu membantu memahami bagaimana syarat dari Ijab Qabul tersebut.
1. Ijab Qabul Harus Diucapkan dalam Satu Majelis
Para ulama sepakat kalau Ijab Qabul harus dilakukan dalam satu majelis. Artinya antara Orang bau tanah perempuan dan calon mempelai tidak berada terpisah, namun berada pada satu tempat dan keadaan yang sama. Dalam satu kondisi contohnya, kalau Ijabnya dilakukan di rumah wali perempuan, maka qabulnya tidak boleh disambung ditempat lain. Hal semacam ini tidak sah. Dalam kitab Fikih 4 madzhab dinyatakan,
”Para ulama 4 madzhab sepakat ijab qabul harus dilakukan dalam satu majlis akad. Sehingga andaikan wali mengatakan, ’Saya nikahkan kau dengan putriku’ lalu mereka berpisah sebelum suami mengatakan, ’Aku terima’. Kemudian di majlis yang lain atau di tempat lain, beliau gres menyatakan menerima, ijab qabul ini tidak sah.” (al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, 4/16).
2. Qabul Boleh Disegerakan dan Boleh Ada Jeda dari Ijab
Syarat kedua yaitu ucapan qabul ‘saya trima nikahnya’ harus segera diucapkan setelah wali mengucapkan Ijab. Namun ulama berbeda pandangan perihal hal ini. Ada yang mengatakan boleh ada jeda, asalkan masih dalam satu majelis. Seperti Imam Hanafi dan Hambali yang tidak mengisyaratkan harus segera mengucapkan qabul tanpa jeda. Namun demikian harus dalam satu majelis dan tidak memutuskan konteks pembicaraan.
”Hambali dan Hanafi berpendapat bahwa ’segera’ bukan syarat, selama masih dalam satu majlis. Namun kalau salah satu sibuk melaksanakan kegiatan lain, yang memutus konteks pembicaraan, pernikahan tidak sah.” (al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, 4/16).
Imam Ibnu Qudamah – ulama hambali – mengatakan,
“Apabila kalimat qabul tidak pribadi disampaikan setelah ijab, janji tetap sah. Selama masih dalam satu majlis, dan mereka tidak menyibukkan diri sehingga tidak lagi membicarakan akad. Karena hukum satu majlis yaitu hukum yang sesuai konteks akad.” (al-Mughni, 7/81).
Namun ada juga ulama yang mengharuskan untuk segera menjawab ijab tanpa jeda terlebih dahulu. Pendapat ini berdasarkan ulama Syafiiyah dan Malikiyah bahwa tidak boleh ada pemisah, selain jeda ringan yang tidak hingga dianggap pemisah antara ijab dan qabul.
”Syafiiyah dan Malikiyah mempersyaratkan harus segera. Namun tidak persoalan kalau ada pemisah ringan, yang tidak hingga dianggap telah memutus sikap ’segera’ dalam memberikan qabul.” (al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, 4/16).
”Jika antara ijab dan qabul dipisahkan dengan membaca hamdalah dan shalawat, misalnya, seorang wali mengatakan, ’Saya nikahkan kamu.’ Kemudian suami mengucapkan, ‘Bismillah wal hamdu lillah, was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, Saya terima nikahnya.’ Dalam kasus ini ada dua pendapat ulama, (pertama) Nikah sah. Dan ini pendapat Syaikh Abu Hamid al-Isfirayini. Karena bacaan hamdalah dan shalawat disyariatkan ketika akad, sehingga tidak menghalangi keabsahannya. Sebagaimana orang yang melaksanakan tayamum di sela-sela antara dua shalat yang dijamak. (kedua) tidak sah. Karena beliau memisahkan antara ijab dan qabul, sehingga pernikahan tidak sah.” (Fikih Sunah, Sayid Sabiq, 2/35).
Berdasarkan keterangan di atas, maka tidak ada syarat bahwa pengucapan Ijab Qabul harus satu nafas. Namun kalau hal itu sudah menjadi budaya dan kebiasaan, maka tidak ada salahnya dilakukan, alasannya tidak bertentangan juga dengan syarat sahnya Ijab Qabul. Beberapa kalangan menilai kalau aturan satu nafas ini dilakukan untuk memberikan kepercayaan baik antara kedua belah pihak meski tidak ada peraturan yang mengharuskannya.
0 Komentar untuk "Benarkah Ijab Qabul Harus Satu Nafas?"